Bank Dunia yang sebelumnya bernama The International Bank for Reconstruction and Development, mengkhususkan aktifitas ‘bantuan’ nya untuk keperluan rekonstruksi dan pembangunan di dunia ketiga. Indonesia saja, yang bergabung dengan Bank Dunia sejak April 1967 telah memperoleh bantuan sebesar 24,7 milyar dollar. Meski jauh lebih kecil dibandingkan dengan kucuran dana yang berasal dari IGGI/CGI, namun tetap saja amat berharga bagi negeri-negeri miskin yang sedang membangun.
Bersama-sama dengan IMF, Bank Dunia seperti tombak kembar yang selalu dimainkan oleh Barat untuk menghunjamkan tusukan-tusukan mematikan kepada bangsa-bangsa lain terutama kaum muslimin, yang justru tengah dilanda kesulitan ekonomi, begitu pula terhadap bangsa-bangsa yang sedang membangun. Kondisi semacam ini memudahkan Barat yang Kolonialis untuk turun tangan, menelanjangi dan mengobrak-abrik dapur kaum muslimin dengan dalih bantuan. Barat yang kolonialis, telah merubah uslub (teknik) penjajahannya dengan turut membantu kemerdekaan kepada negeri-negeri Islam, kemudian menaklukkan mereka melalui program bantuan dan pinjaman, dengan kata lain mengikat mereka melalui uang/pinjaman (lihat, As Siyaasatul Iqtishadiyatu al Mutsla, kar. Abdurrahman Maliki, hal 7). Salah satunya adalah melalui IMF dan Bank Dunia.
IMF dan Bank Dunia yang didirikan hampir bersamaan, lebih dari 50 tahun yang lalu, berbarengan dengan usainya Perang Dunia ke-2 serta era penjajahan fisik sudah berakhir dengan banyaknya negeri-negeri bekas jajahan yang merdeka. Dan dalam perjalanannya, menjadi alat kolonialisme Barat yang efektif untuk menghancurkan tatanan ekonomi negeri-negeri Islam dan bangsa- bangsa miskin serta terbelakang lainnya, memasung mereka sekaligus menghisap harta kekayaan yang mereka miliki.
Pernyataan Presiden Bank Dunia yang mengatakan bahwa lembaga keuangan yang dipimpinnya merasa bersalah turut andil dalam krisis ekonomi yang merubuhkan sendi-sendi ekonomi di kawasan Asia Tenggara (terutama Indonesia), menunjukkan bahwa peranan Bank Dunia amat besar dalam memaksa bangsa-bangsa yang membutuhkan dana untuk mentaati advis yang diberikannya. Ibarat dokter, yang resep serta obat-obatan yang diberikan kepada pasien yang tengah sakit parah berpuluh-puluh tahun lamanya, pada akhirnya malah mengakibatkan pasien itu sekarat. Anehnya, dalam kondisi sekarat itu pula si pasien malah tetap meminta bantuan advis berupa resep dan obat-obatan yang berasal dari dokter yang sama, yang telah mengakui kegagalannya. Maka siapa yang lebih tertipu, dari pada orang yang menje- rumuskan dirinya dua kali dalam lubang yang sama? Bagaimana mungkin kaum muslimin yang memiliki syariat yang mulia dan sempurna bersedia melepaskannya, lalu mendatangi kaum kafir yang dihinakan oleh Allah SWT, yang nyata-nyata musuh bagi Islam dan kaum muslimin, seraya mengambil sistem (ekonomi) kufur yang dianut oleh mereka? Bagaimana mungkin pemimpin- pemimpin kaum muslimin lebih mempercayai lembaga-lembaga keuangan internasional yang menjadi alat dan sarana penjajahan gaya baru dari bangsa Barat yang kufur, dari pada nasihat dan kritik yang berasal dari kaum muslimin yang berjuang semata-mata untuk kejayaan Islam dan kemaslahatan kaum muslimin?
Allah SWT telah memperingatkan kita dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu, karena mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkanmu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembu- nyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu.” (QS. Ali Imran 118-119)
Ambruknya Kapitalisme
Dewasa ini, seluruh negeri-negeri Islam, baik mereka mengakuinya maupun tidak, telah menjalankan sistem Kapitalisme terutama aspek ekonomi. ketundukan mereka terhadap aturan ekonomi internasional, baik dengan menjadi anggota Bank Dunia dan IMF serta berbagai organisasi-organisasi ekonomi dan perdagangan internasional lainnya yang berada di bawah cengkeraman Barat melalui tangan PBB. Begitu pula sistem ekonomi yang dianut dan diterapkan mati-matian di dalam negeri-negeri kaum muslimin oleh para penguasanya, menunjukkan bahwa tidak satu pun unsur-unsur ekonomi yang diterapkan kaum muslimin itu yang Islami. Sejak kaum muslimin terpecah dalam lebih dari 50 negara, yang memerdekakan dirinya dari sang penjajah, mereka tidak pernah bersedia hidup dengan sistem ekonomi Islam. Dengan kata lain, sejak awal mereka membangun negeri- nya, mereka telah menerapkan sistem ekonomi Kapitalis.
Maka, apabila mereka menyaksikan dan merasakan kehancuran ekonominya pada saat ini, hal ini disebabkan oleh sistem ekonomi Kapitalis yang telah mereka terapkan sejak awal.
Syekh Abdul Qadim Zallum mengatakan: “Sesungguhnya krisis yang menimpa pasar uang dunia saat ini bukan hanya melanda dunia Barat, akan tetapi juga bagian dunia lainnya, menggambarkan rusak-nya sistem ekonomi Kapitalis, juga menunjukkan rusaknya sistem perseroan (saham), sistem riba dari pertukaran uang (valas), dan notes (sistem mata uang kertas).” (lihat Hazzaatul Aswaaq al maliyah, asbaabuhaa wa hukmu asy-syar’i fi hadzihi al asbaab, hal 31)
Barat yang telah melahirkan sistem Kapitalisme, menyebarluaskan dan memaksakan sistem itu ke seluruh pelosok dunia, mulai menyaksikan kegagalan demi kegagalan dan dalam waktu yang tidak akan lama lagi mereka akan menyaksikan kehancurannya sendiri. Pakar-pakar ekonomi mereka saat ini sudah kehilangan akal, dan putus asa, tidak mengetahui solusi yang tepat untuk memecahkan masalah besar ini. Kehancuran sistem ekonomi Kapitalis berarti pula kehancuran peradaban mereka.
Solusinya: Kembali Pada Islam
Untuk memecahkan problematika yang dihadapi oleh kaum muslimin, sudah selayaknya mengetahui lebih dahulu unsur-unsur yang menyebabkan problematika tersebut secara jernih dan mendalam, agar ummat dapat diobati dengan dosis yang tepat.
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa krisis ekonomi yang melanda negeri- negeri Islam saat ini hanyalah sebagaian kecil dari sekian banyak krisis yang sudah puluhan tahun melanda kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin bukan hanya terkena penyakit peradaban Barat dalam aspek ekonomi saja, melainkan juga telah terkontaminasi secara keseluruhan, baik pemikiran, tingkah laku, pedoman hidup, sistem kenegaraan dan kemasyarakatan yang mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial, militer, hukum dan lain-lain sebagainya. Jika demikian halnya, maka dimanakah bedanya kaum muslimin dengan mereka, bangsa Barat yang Kapitalis dan kufur.
Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka (Yahudi dan Nashrani) menjadi wali (pemimpin/sahabat/penolong), maka sesung- guhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maidah 51)
Ayat ini menunjukkan kesamaan ummat ini jika mereka telah menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani (orang-orang kafir, termasuk bangsa Barat) sebagai wali, tempat rujukan, sahabat dan penolong mereka. Kemudian, perhatikanlah sikap kaum muslimin dan para penguasanya yang menjadikan mereka sahabat, penolong, tempat merujuk, bahkan menerima dengan senang hati nasihat yang mereka berikan meski perkara itu sudah menyangkut aqidah ummat, syariat ummat, eksistensi dan kehormatan ummat.
Dengan demikian kaum muslimin tidak diperbolehkan menjadikan orang-orang kafir itu (termasuk seluruh lembaga/organisasi yang dijadikan alat kolonoalisme dari peradaban Kapitalisme seperti IMF, Bank Dunia, WTO, PBB, UNESCO, UNICEF dan sebagainya) sebagai wali. Orang-orang mukmin menjadi wali bagi mukmin yang lain, orang-orang kafir menjadi wali bagi yang lainnya. Sebagaimana firman-Nya :
“Adapun orang-orang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melak- sanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al Anfaal 73)
Kata fitnah, yang diartikan sebagai ujian dan cobaan, Al Qur’an menggunakannya dengan berbagai arti, antara lain; kufur dan syirik (QS. 2:191-192), azab (QS. 29:10 dan QS. 51:14), pembunuhan (QS. 4:141 dan QS. 10:83) dan kekacauan setelah ditimpa bencana (QS. 29:2-3). Imam Thabari dalam kitab tafsirnya Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil ‘Ayi Al Qur’an, jilid VI hal 56, menjelaskan arti -illa taf’aluuhu- dalam ayat diatas, yaitu kalau kaum muslimin tidak melakukan perintah Allah untuk saling bermuwalat antar sesama kaum muslimin, dan memutuskan hubungan dengan orang kafir, maka akan terjadi kerusakan yang besar.
Beliau menjelaskan kata fitnah dengan cobaan besar berupa paksaan untuk menjalankan perbuatan-perbuatan yang menyesatkan, kejam dan keji, untuk melemahkan kaum muslimin dan kekufuran. Seluruh fitnah yang terjadi dapat mengakibatkan kesempitan hidup di dunia, dan ini menjadi hukuman Allah SWT terhadap kaum muslimin dan seluruh manusia yang mangabaikan peringatan-peringatan Allah SWT, yang melalaikan seruan-seruan- Nya, yang tidak mau menjalankan hukum-hukum-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan- Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpun- kannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thahaa 124)
Dengan demikian, kaum muslimin harus memahami bahwa seluruh krisis dan problematika yang dihadapi oleh ummat ini, berasal dari ketidakpedulian ummat serta kelalaian ummat terhadap Islam sebagai sebuah sistem hidup, tidak ditetapkannya sistem dan hukum Islam dalam aspek politik, ekonomi, militer, sosial, hukum, pendidikan, hubungan luar negeri dan lain-lain. Dan inilah masalah besar yang menentukan hidup dan matinya ummat.
Krisis ekonomi yang saat ini dihadapi kaum muslimin hanyalah sebagian kecil akibat dari tidak diterapkannya sistem dan hukum Islam dalam bidang ekonomi. Setiap pemecahan untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda kaum muslimin saat ini, harus dikembalikan kepada sebab pokok yang menjadi akar permasalahan semua ini. Orang yang mengerti Islam dan Al qur’an, yakin bahwa krisis tetap akan berlanjut dan makin besar bahkan akan menghancurkan seluruh tatanan masyarakat, jika kaum muslimin tidak menjalankan langkah-langakah besar yang mampu membebaskan mereka dari seluruh krisis yang menyelimuti kaum muslimin, dengan cara :
Mencampakkan Ideologi dan sistem Kapitalis yang menjadi penyebab kesengsaraan kaum muslimin selama ini dan terbukti kegagalannya dengan tidak berhasilnya mewujudkan kesejahteraan, perda- maian, dan kemuliaan hidup ummat manusia.
Kembali kepada Islam sebagai sebuah Mabda’ (Prinsip/Ideologi) yang memiliki sistem/hukum dalam seluruh aspek kehidupan serta wajib melaksanakannya secara praktis, baik masyarakat maupun penguasa.
Memutus hubungan dengan negara-negara adidaya serta lembaga-lembaga yang nyata-nyata perpanjangan tangan negara-negara tersebut (khususnya AS), juga alat dari sistem dan peradaban Barat yang Kapitalis dan Kolonialis, seperti IMF, Bank Dunia, WTO, PBB, dan sejenisnya.
Kembali kepada kekuatan kaum muslimin sendiri, dan melakukan swasembada dalam seluruh bidang kehidupan, tidak tergantung kepada Barat yang kolonialis dan kafir.
Dengan melihat kaum muslimin dan negeri-negeri mereka yang saat ini terpecah belah menjadi satu negara dan satu kekuatan di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, seluruh problematika yang dihadapi oleh kaum muslimin saat ini dapat dipecahkan, termasuk krisis ekonomi (lihat Al Islam edisi 201, 209, dan 213). Sebab saudara-saudara mereka yang lebih kaya di negeri yang lain serta kekayaan alam yang dimiliki negeri-negeri Islam lainnya dapat membantu mereka sebagai sebuah kekuatan politik dan ekonomi, bukan sekedar ikatan solidaritas semata.
Perhatikan firman Allah SWT berikut :
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi .” (QS. Al Qashash 5-6)[]