—–
Sekitar dua pekan yang lalu, saya berada dalam satu forum dengan Bapak Zaim saidi, penulis buku “Tidak Syariahnya Bank Syariah” sebuah acara yang ditaja oleh pemuda Muhammadiyah. Pengalaman yang benar-benar menambah khasanah berfikir saya secara pribadi. Ketika biasanya saya berdialog dengan sekelompok orang yang pola fikirnya tidak terlalu berbeda dalam memandang ekonomi syariah atau malah dengan sekelompok orang yang benar-benar berbeda dan sangat mengangungkan sistem ekonomi kapitalisnya.Nah sekarang saya berjumpa dengan mitra dialog yang levelnya “beda”. Mengetahui Al quraan dan Sunnah namun memiliki cara berfikir yang lumayan “fundamentalis”. Menolak seluruh sistem keuangan syariah yang saat ini sedang dibangun para penggiat ekonomi islam, bahkan melabelnya dengan tidak syariah.Walaupun secara pribadi nilai-nilai utamanya cukup bagus misalnya dengan kembali ke mata uang emas dan perak, begitu pula dengan Pasarnya, pun sudah tersedia saat ini.Salah seorang pendengar yang hadir saat itu bahkan sampai berucap “ saya bingung bang, karena keduanya bertolak belakang” . Dengan santai saya berujar “bacalah lebih banyak buku, saya berfikir tujuan saya dengan beliau (bapak Zaim saidi) itu sama, namun mungkin cara kami yang berbeda.
Pada tulisan kali ini saya tidak akan mengupas pandangan beliau, karena akan menjadi subjektif nantinya. Namun saya kan melanjutkan tulisan yang saya yang cukup lama tertunda mengenai Riba dalam jual beli (tukar menukar).
Pada tulisan sebelumnya saya telah membahas mengenai riba dalam hutang piutang, bagi yang sudah lupa silahkan lihat dan baca kembali http://ekonomi-islam.com/4-praktek-riba-dunia-modern-suka-mana/
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari ‘Ubadah bin ash-Shamit Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَداً بِيَدٍ فَإِذَ اخْتَلَفَتْ هذِهِ اْلأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
“(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, ukurannya harus sama, dan harus dari tangan ke tangan (dilakukan dengan kontan). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka juallah sesuka kalian asalkan secara kontan.”
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)
Pada tulisan ini saya akan membahas lanjutan mengenai Riba dalam jual beli (tukar menukar) yaitu Riba fadhl dan Riba nasiah. Untuk mengetahui perbedaan kedua jenis riba ini silahkan perhatikan contoh berikut ini :
Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran tidak seimbang di antara barang ribawi yang sejenis (seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram). Jenis ini yang disebut sebagai riba fadhl.
Riba dalam jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang ribawi yang tidak kontan, seperti emas ditukar dengan perak secara kredit. Praktek ini digolongkan ke dalam riba nasi’ah atau secara khusus disebut dengan istilah riba yad.
- Singkatnya jika terjadi pertukaran yang tidak seimbang nilai atau ukurannya maka ini termasuk kedalam riba fadhl
- Jika pertukarannya tidak secara tunai/kontan maka ini termasuk kedalam riba nasiah / riba yad.
Namun perlu dicatat yang termasuk ke dalam 2 jenis riba ini adalah khusus untuk jenis barang ribawi saja.
Apa itu barang ribawi ?
Dalam tukar menukar barang (jual beli) terdapat 6 jenis barang ribawi apa saja itu :
Emas , Perak , Gandum , Sya’ir (sejenis gandum halus), Kurma dan Garam
Keenam jenis barang ini jika dilakukan tukar menukar haruslah dilakukan dengan memenuhi 2 persyaratan :
Adapun jika barang-barang ribawi yang telah disebutkan dalam hadits berbeda jenisnya, maka tidak masuk dalam riba fadhl. Misalnya emas kita tukar dengan perak, atau Gandum kita tukar dengan Kurma maka tidak mengapa jika ukurannya berbeda, namun syaratnya haruslah Kontan (tunai)
Apakah hanya 6 (enam) komoditas saja ?
Para ulama رحمهم الله berbeda pendapat tentang barang-barang ribawi yang enam ini, apakah barang-barang yang lain dapat diqiyaskan dengan keenam barang tersebut atau tidak.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Setidaknya ada 2 pendapat para ulama yang coba kita lihat satu persatu :
Pendapat pertama: Kaum Zhahiriyah mengatakan bahwa barang ribawiyah itu hanya nama-nama yang Nabi sebutkan saja. Adapun selainnya maka tidak termasuk barang ribawiyah. Ini adalah pendapat Ibnu Uqail dari madzhab Hambali.Pendapat kedua: Barang-barang ribawiyah itu tidak hanya terbatas pada barang-barang yang disebutkan oleh Nabi saja, namun juga tercakup setiap barang yang memiliki kesamaan sifat dengan barang-barang yang disebutkan Nabi itu. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i rahimahullah , Imam Malik dan Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah
Sebagai catatan pendapat yang kedua yang berpendapat bahwa barang ribawi itu tidak hanya sebatas 6 komoditas saja namun juga melingkupi barang yang lainnya juga terbagi atas beberapa pandangan, mereka berbeda pendapat tentang illat (sebab atau alasan) :
Illat Jenis pertama (alasan jenis pertama) :
Bahwa emas dan perak adalah ukuran timbangan.
Adapun barang-barang selainnya yang empat (yang tersebut dalam nash) adalah ukuran takaran.
Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Atas dasar pendapat inilah maka hukum riba berlaku pada setiap barang-barang yang dapat ditimbang (baik itu makanan atau selainnya) dan setiap barang-barang yang dapat ditakar (baik itu makanan atau selainnya). Atas dasar pendapat ini pula hukum riba berlaku untuk besi, tembaga, wol dan lain lainnya.
Illat jenis kedua (alasan jenis kedua) :
Bahwa emas dan perak adalah karena keduanya merupakan standar harga untuk barang-barang lainnya (alat tukar).
Adapun keempat barang yang lainnya, adalah karena jenis makanan.
Ini adalah pendapat Imam Syafi’i rahimahullah Atas dasar pendapat ini maka hukum riba berlaku untuk:
– Emas dan perak saja, sehingga timah, besi, tembaga dan sebagainya, tidak berlaku hukum ribawi.
– Jenis makanan. Maka setiap makanan termasuk barang ribawi, tidak terkait dengan kondisinya yang biasa ditimbang atau ditakar.
Illat jenis ketiga (alasan jenis ketiga) :
Bahwa emas dan perak adalah karena keduanya merupakan standar harga untuk barang-barang lainnya (alat tukar).
Adapun keempat barang yang lainnya, adalah karena makanan pokok dan makanan simpanan. Yaitu makanan sehari-hari dan makanan yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Seperti gandum, maka ia adalah makanan pokok dan biasa disimpan dalam waktu lama
Ini adalah pendapat Imam Malik
Illat jenis keempat (alasan jenis keempat) :
Bahwa emas dan perak adalah karena keduanya merupakan standar harga untuk barang-barang lainnya (alat tukar).
Adapun keempat barang yang lainnya, adalah karena jenis makanan yang biasa ditakar atau ditimbang.
Ini adalah pendapat Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah
Jadi dapat kita tarik kesimpulan sebahagian besar ulama mengqiyaskan tidak hanya untuk 6 komoditas yang disebutkan di dalam hadits saja, namun juga melingkupi jenis jenis barang yang lainnya . Hanya alasannya saja yang berbeda beda.
Bagaimana Dengan Tukar Menukar Uang ?
Tukar menukar mata uang kertas (fiat money) Karena sifatnya sama-sama mata uang maka ini pun termasuk dalam kategori Riba . Perlu kita perhatikan jika sama jenis misal : Rupiah harus di tukar dengan rupiah mestilah dengan jumlah yang Sepadan atau sama dan harus secara kontan. Walaupun nominalnya berbeda . Contoh : Rp.100.000 dengan Rp.50.000 + Rp.50.000 . Jika Penukarannya tidak sepadan/sama dan secara kontan maka termasuk Riba Fadhl.
Secara tidak sengaja mungkin pernah kita lakukan ketika mau menyambut lebaran. Maksud hati ingin ber THR ria dengan anak keponakan kita malah terjebak dalam praktek riba. Karena ada saja orang yang tidak faham dengan menukar mata uang pecahan besar dengan pecahan kecil namun jumlahnya tidak sepadan. Misalnya Rp. 100.000,- di tukar dengan 9 lembar Rp.10.000.- ( Rp.90.000).
Inilah salah satu model riba fadhl dalam konteks modern.
Namun Beda halnya jika pertukaran mata uang kertas (Sharf) beda jenis mata uangnya. Misal : Rupiah dengan Dolar, Rupiah dengan ringgit dll. Maka boleh dengan jumlah yang berbeda. Contoh : anda menukarkan 1 Dollar dengan Rp. 13.000 atau 1 Ringgit dengan Rp.5.000 . Boleh menukarkan uang kertas yang berbeda jenis -misal dolar dan rupiah- dengan melebihkan salah satunya, asalkan dilakukan secara kontan (tunai). (Lihat penjelasan Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah, 13/442, no. 3291)
Perlu saya garis bawahi, tukar menukar mata uang yang berbeda jenisnya adalah mesti dilakukan secara kontan. Sehingga jika anda tukar menukar dalam pasar forex, perhatikan apakah transaksi anda dilakukan dengan tangan ke tangan(kontan). Jika tidak artinya transaksi anda termasuk dalam praktek riba.
Bagaimana cara aman Untuk Bertansaksi ?
Silahkan kita simak hadits Rasulullah berikut ini :
Lalu Nabi SAW bersabda : (“Jangan kamu lakukan”) artinya jangan kamu menjual 1 sha’ (kurma kualitas bagus) dengan 2 sha’ (kurma kualitas jelek) dari jenis kurma karena itu adalah riba, (“ jual lah sekelompok kurma (kualitas jelek) dengan beberapa dirham, kemudian belilah dengan beberapa dirham kurma yang baik .
Inilah solusi yang rasul berikan kepada kita, terutama ketika betransaksi untuk jenis barang ribawi.
Yakni jangan langsung ditukarkan namun dijual lah terlebih dahulu, kemudian uang tersebut kita gunakan untuk membelikan barang yang kita inginkan .
Semoga bermanfaat. Viva Ekonomi Syariah