__
Sistem Ekonomi Islam (an-nizham al-iqtishadi) mencakup pembahasan yang menjelaskan 3 pokok besar yaitu :
- Bagaimana cara memperoleh kepemilikan harta kekayaan (al-milkiyah)?
- Bagaimana pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki (tasharruf fil milkiyah)?
- Bagaimana cara edaran kekayaan tersebut di tengah-tengah masyarakat (tauzi’ul tsarwah bayna an-naas)?
Baca juga Pengertian Sistem Ekonomi Islam serta 12 Prinsip Penting Ekonomi Islam
Pertama : Cara Pemilikan Harta Dalam Islam (Al-Milkiyah)
Sistem Ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi konvensional buatan manusia. Sistem ekonomi Islam adalah sempurna kerana berasal dari wahyu, dan dari segi pemilikan, ia menerangkan kepada kita bahawa terdapat tiga jenis pemilikan:-
- Hak Milik Umum: meliputi mineral-mineral , bahan tambang, air , gas , udara dan lain-lainnya sebagainya yang didapati sama ada di dalam perut bumi atau di atasnya, termasuk juga segala bentuk tenaga dan intensif tenaga serta industri-industri berat. Semua ini merupakan hak milik umum dan wajib dikelola oleh negara dengan anfaatnya wajib dikembalikan kepada rakyat
- Hak Milik Negara meliputi segala bentuk pembayaran yang dipungut oleh negara secara legal dan syar’ie dari warganegara, bersama dengan perolehan dari pertanian, perdagangan dan aktivitas industri, di luar dari lingkungan pemilikan umum di atas. Negara membelanjakan hasil-hasilnya tersebut untuk kemaslahatan negara dan rakyat
- Hak Milik Individu: selain dari kedua jenis pemilikan di atas, harta-harta lain boleh dimiliki oleh individu secara syar’ie dan setiap individu itu perlu membelanjakannya secara syar’ie juga.
Kedua : Cara Pengelolaan Kepemilikan (At-Tasharruf Fi Al Milkiyah)
Secara dasarnya, pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua kegiatan, yakni :
1) Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal)
Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki. Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahawa harta tersebut haruslah dimanfaatkan untuk :
- nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak di jalan Allah, membayar zakat, dan lain-lain.
- nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain.
- Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus).
- Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi, dan lain-lain.
2) Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal)
Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Selain Islam juga melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan aktiviti riba, judi, serta aktivitas terlarang lainnya.
Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah hak negara), karna negara adalah wakil ummat. Meskipun menyerahkan kepada negara untuk mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang negara untuk mengelola kepemilikan umum tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh ekonomi islam.
Adapun pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan negara dan kepemilikan individu, nampak jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As Syari’ juga telah memperbolehkan negara dan individu untuk mengelola masing-masing kepemilikannya, dengan cara tukar menukar (mubadalah) atau diberikan untuk orang tertentu ataupun dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh ekonomi islam.
Ketiga : Cara Distribusi Kekayaan (Tauzi’ul Tsarwah Tayna An-Naas)
Kerana distibusi harta kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi harta kekayaan terwujud dalam hukum ekonomi islam yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang dan perkhidmatan bagi setiap individu rakyat. Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan (contohnya, bekerja) serta akad-akad muamalah yang wajar (contohnya jual-beli dan ijarah).
Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu keperluan, boleh menyebabkan perbedaan distribusi harta kekayaan tersebut di antara mereka. Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi harta kekayaan. Kemudian berakibat harta kekayaan beredar hanya kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan harta, seperti emas dan perak.
Oleh karna itu, ekonomi islam melarang berputarnya kekayaan hanya di antara orang-orang kaya Allah SWT berfirman :
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr : 7)
Di samping itu ekonomi islam juga telah mengharamkan penimbunan emas dan perak (harta kekayaan) meskipun zakatnya tetap dikeluarkan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahawa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah : 34)
Baca juga Pengertian Sistem Ekonomi Islam serta 12 Prinsip Penting Ekonomi Islam